Banjarnegara (27/11) — Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Jawa Tengah ditantang untuk menjadi pusat pengembangan karakter berbasis budaya Jawa oleh dosen Jurusan Sejarah Unnes Mukhamad Soleh.
Hal itu diungkapkannya dalam Dialog Budaya bertema ‘Relevansi Budaya dengan Pembentukan Karakter Siswa’ yang diikuti ratusan peserta, Sabtu (26/11/202) malam, di Ball Room Hotel Surya Yudha Banjarnegara. Kegiatan dihelat dalam rangka peringatan Hari Guru Nasional (HGN) JSIT Provinsi Jawa Tengah.
“Budaya itu bebas nilai. Sedangkan Islam memiliki watak dasar kosmopolit. Maka tantangan Sekolah Islam Terpadu adalah bagaimana mengemas budaya-budaya yang ada dalam masyarakat menjadi sesuatu yang Islami. Jika tidak mampu, maka siswa SIT bisa mengalami cultural shock atau gagap budaya. Jadi kembangkan lah budaya Jawa di JSIT Jawa Tengah,” ajak doktor alumni Universitas Teknologi Malaysia itu.
Sementara itu narasumber lainnya, mantan Plh Bupati Banjarnegara Syamsudin memberikan contoh sederhana mengenai penerapan karakter berbasis budaya dalam olahraga silat.
“Dalam silat, yang merupakan budaya asli Indonesia, entah itu dalam balutan nama Roudad, Jepin maupun aneka perguruan silat, tidak hanya mengembangkan ketrampilan fisik semata. Di dalamnya banyak sekali muatan karakter positif. Saya membayangkan, budaya seperti itu diterapkan di sekolah-sekolah yang dimiliki oleh JSIT. Saya juga merindukan bagaimana puji-pujian berbahasa Jawa yang penuh pesan karakter itu juga dikuasai siswa di ruang-ruang kelas sekolah JSIT. Sekali JSIT mengibarkan bendera budaya, pantang untuk diturunkan, JSIT harus mampu menunjukan sikap nyata inklusifitasnya terhadap budaya,” tandas Syamsudin.
Dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Jawa Tengah Heni Purwono itu, juga diselingi dengan tampilan seni karawitan dari SMPN 1 Banjarmangu. Bahkan dinyanyikan juga hymne guru dengan iringan gamelan karawitan.