
Pemuda, untaian huruf yang terangkai menjadi kata menghasilkan beraneka ragam penafsiran. Dalam mindset rata-rata masyarakat, kata pemuda menggambarkan sosok energik, pembawa perubahan, kuat, pantang menyerah, berotot baja, berkemauan keras, dan aneka tafsiran lainnya.
Sesuai hukum alam, masyarakat sepakat bahwa pemuda/ generasi muda adalah penerus perjuangan para generasi tua yang akan menggantikan peran dan kedudukan mereka ketika tiba masanya nanti. Saat itulah akan berlaku istilah “yang muda yang berkarya”. Ya, pasti ada masanya untuk para tetua kita pensiun, melepaskan segala jabatan dan tanda kehormatan mereka, serta turun dari kursi pemerintahan. Tetapi dengan lepasnya amanah-amanah itu bukan berarti lepas pula amanah dari leluhur untuk para generasi tua mendidik dan mempersiapkan kader-kader penerus perjuangan bangsa yang tak lain adalah pemuda-pemuda negeri ini.
Mengapa pemuda ? Karena pemuda adalah harapan bangsa dengan stok energinya yang masih penuh dan dipercaya untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan saat ini serta diharapkan bersedia memberikan kontribusi terbaiknya untuk Indonesia yang lebih baik.
Maka berbagai cara / metode pendekatan pun dilakukan setiap orang tua untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri remaja bahwa mereka hadir sebagai sosok penerus perjuangan pahlawan. Pendekatan dilakukan melalui berbagai strategi, yaitu pendidikan teoritis; pendidikan agama dan moral / tata kelakuan; pengasahan soft skill; PKn; pembinaan karakter oleh pranata keluarga; dan beragam cara lainnya. Semua strategi tersebut akan membuahkan hasil sesuai yang diharapkan jika seluruh elemen masyarakat bersatu padu menghimpun diri dalam barisan yang sevisi mewujudkan generasi berkarakter mulia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pertama bagi anak berasal dari lingkungan keluarga, sebab keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Keluarga merupakan satuan kekerabatan yang pertama kali dikenal oleh anak, keluargalah tempat anak memperoleh pendidikan pertamanya dari orang tua atau kerabat lainnya. Orang tua, dalam hal ini ayah dan ibu memiliki tanggung jawab yang sama untuk memberikan dasar pendidikan yang baik sebelum mereka memasuki masa bermain di lingkungan rumah dan selanjutnya.
Keluarga juga merupakan tempat sosialisasi pertama dan paling utama hingga kelak dapat berperan dengan baik di masyarakat. Keluarga sebagai media sosialisasi kelompok primer yang pertama bagi seorang anak, dari dan disitulah perkembangan kepribadian dimulai. Pada saat anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok/ media sosial lain di luar keluarga, pondasi dasar kepribadaian anak sudah tertanam kuat, dan kepribadaiannya pun sudah terarah dengan baik melalui keluarga. Dari sini dapat dilihat betapa pentingnya peran orang tua dalam perkembangan karakter anak.
Tetapi saat ini yang menjadi urgensi adalah banyak orang tua yang memiliki jam kerja padat sehingga begitu saja menyerahkan anak-anaknya pada sekolah dan hanya mengandalkan pembentukkan karakter anak pada guru sekolah. Padahal proporsi waktu anak lebih banyak di rumah ketika bersama orang tuanya ketimbang di sekolah. Oleh karena itu, pemantauan orang tua terhadap perkembangan kepribadian anak sangat diperlukan.
Kemudian peran guru dan sekolah dalam membentuk generasi penerus berkarakter mulia tiga diantaranya melalui PKn, PAI, dan pengembangan Soft skill. Pada PKn, yang menjadi target utamanya adalah menanamkan jiwa nasioanalis pada diri siswa melalui pembekalan pengetahuan tentang perjuangan pahlawan-pahlawan bangsa hingga berhasil merumuskan dasar Negara Indonesia dan bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari; sistem negara Indonesia dan apa saja perangkat-perangkatnya; serta beberapa contoh penyelewengan dari penyelenggaraan negara Indonesia selama ini. Dengan begitu, harapannya mampu terbentuk karakter siswa yang mencintai Indonesia dengan daya fikir yang logis dan analitis dalam menghadapi dinamika pemerintahan untuk kemudian membangun komitmen menjadi generasi pembaharu.
Startegi yang ketiga, melalui PAI dan moral siswa dibimbing agar memiliki aqidah / keyakinan yang kuat sehingga tumbuh menjadi pribadi yang berprinsip, tidak mudah goyah terhadap berbagai godaan duniawi yang ingin merusak karakter anak bangsa. Misalnya dengan kehadiran group band-grup band Korea yang banyak digandrungi oleh kaum muda. Drama dan vlog artis Korea menjadi andalan para remaja jika sudah disuguhi jaringan internet gratis. Bahkan mereka sampai tergila-gila melihat video oppa idolanya melakukan aksi dance di atas panggung dan beberapa meniru kebudayaan Barat, melupakan kebudayaan bangsanya sendiri.
Jika ditilik dari segi agama, dampak negative yang ditimbulkan dari kecanduan video Korea sangat memprihatinkan, contoh kasusnya yaitu para remaja suka mengulur waktu shalat, malas mengaji, bahkan sampai menuhankan oppanya. Beberapa dari mereka juga menjadi bersifat arogan, ini sebenarnya yang banyak dikhawatirkan para generasi tua.
Selain itu, lewat PAI siswa dididik akhlaknya agar menjadi pribadi yang menyenangkan dan bermanfaat bagi orang lain. Pribadi yang memiliki rasa empatik, tidak egois, toleransi yang besar, saling memahami sesama, dan mengedepankan kepentingan khalayak sehingga tercipta kerukunan. Siswapun diajak berbagai kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan ikut merasakan dan memikirkan saudara-saudaranya yang hidup dalam kesusahan. Selain itu agar tidak terbentuk sifat rakus dan menyadari bahwa dalam hartanya terdapat hak bagi kaum tak mampu, sehingga bilamana suatu saat mereka menjadi pemimpin, tidak hanya perut mereka yang dipikirkan, namun juga perut rakyatnya.
Kemudian yang terakhir yaitu pengembangan soft skill. Soft skill di sini meliputi kecakapan berkomunikasi, interaksi dengan sesama, kemandirian, public speaking, leadership, negosiasi, dan soft skil l lainnya. Ini semua penting dimiliki karena merupakan indikator kualitas seseorang. Untuk menguasai semua keterampilan itu tidak cukup hanya dengan teori, namun perlu adanya latihan dan pembiasaaan yang terus menerus. Ketika orang tua ingin mencetak generasi yang ulung berorasi, maka orang tua harus membiasakannya untuk berbicara di depan umum dan mendorong agar berani mengutarakan isi pikirannya. Ketika orang tua ingin anaknya tumbuh menjadi sosok yang mandiri, maka yang harus dilakukan adalah meninggalkan kebiasaaan memanjakan anak. Begitupun dengan harapan lainnya, maka orang tua harus berani berkorban banyak dalam mewujudkannya.
Saya yakin semua orang tua pasti menginginkan anaknya agar memilki karakter-karakter yang telah dibahas di atas. Tugas orang tua dalam mencetak generasi berkarakter mulia akan terus berlaku selama masih ada anak-anak yang akan tumbuh menjadi pemuda di dunia ini. Pemuda ibarat tunas muda bangsa, investasi negeri ini yang harus terus dipupuk selama pertumbuhannya dengan pupuk terbaik, supaya tumbuh menjadi pohon yang besar, kokoh, rindang, dan berbuah manis yang bias memberikan manfaat bagi ekosistemnya, yaitu tanah air Indonesia.
Penulis :
Aisyah Amar Aulia
(XII IPS 2 SMA IT BINA AMAL SEMARANG)
Bagus nak teruslah menulis sebagai warisan intelektual yang mulia