Blue Arrow Strategy : MEREK JSIT

Ini pengalaman unik; menyakitkan , tapi juga menggelikan sekaligus membanggakan.

Sebut saja ibu Siti, Pendidikan SMP. Tahun lalu menengok anaknya yang mukim di Amerika. Ternyata anaknya sangat sibuk, sehingga sering dia ditinggal sendirian di apartemen. Karuan saja dia menjadi jenuh. Jauh – jauh ingin bertemu dan bercengkrama dengan anaknya, malah lebih sering sendirian tanpa kawan.

Anaknya tahu masalah ini, tapi kesibukan Amerika telah mendegradasi kehangatan jiwanya, sehingga solusi yang diambilpun sangat pragmatis fisikeley. ‘Kasih Job’…maka kesepian akan hilang bersama kesibukan. Maka dikasihlah job part time untuk ibundanya, tentu saja illegal.
Disinilah pengalaman unik itu terjadi.

“Sebenarnya Kerjaannya enak..gajinya gedhe, tapi lama – lama gak tahan…rasanya ngak tega..sakit hati!” tutur bu Siti.

serius tapi sambil tertawa dia melanjutkan ceritanya .
“ Coba bayangkan, kerjanya cuma nglepasin ‘merk’ Indonesia..trus diganti dengan merk Amerika” !

Sekarang, Apa reaksi anda?

Mungkin Seperti saya ketika mendengan penuturan bu Siti,

Pertama tama anda ketawa, karena emang konyol.
Lalu sedikit bangga, karena diam – diam termyata produk Indonesia diakui dan diminati di Amerika.
Kemudian sedih sampai pingin menangis, karena nyadar betapa bangsa Indonesia dipandang sebelah mata sampai gak ‘punya hak’ untuk pasang nama di produknya.
Dan marah karena jiwa nasionalisme anda terkoyak. ‘memaksa’melepas Merk Indonesia dari karya asli Indonesia sama saja memaksa kita menghapus nama Indonesia dari Peta dunia.

Pengalaman Ini nyata, tapi parahnya banyak orang Indonesia tidak menyadarinya. Bahkan yang sarjana sekalipun. Kalah dengan jiwa nasionalisme bu Siti, yang pendidikannya hanya SMP.

“Di Amerika, orang Indonesia..melepas ‘merk’ Indonesia dan mengganti dengan label Amerika”.

Mari bayangkan kekonyolan ini.

Kalau yang beli orang Amerika, berarti orang Amerika tidak lebih pinter dari orang Indonesia. Buktinya kena ‘tipu’ orang Indonesia.

Tapi orang Indonesia yang ‘lebih pinter’ juga konyol, malah minder, tidak percaya diri, nurut aja hasil karyanya di klaim Amerika.

Lebih konyol lagi kalau yang beli orang Indonesia kemudian dengan bangga memamerkan barangnya yang merk ‘Amerika’ dan mahal mahal harganya.
Yang kayak gini, namanya orang bodoh dikerjain sama orang kejam. Dan keduanya sama sama orang Indonesia.

Pertanyaanya; kenapa ini mesti terjadi?
Kenapa tidak dengan ‘made in Cina’? Mereka tetap bangga dan bisa masuk pasar dunia dengan merknya. Dan tetap saja banyak orang membelinya walau sadar kwalitasnya tidak seberapa?

Jawabnya :
karena bagi mereka ‘Merek’ bukan sekedar nama dan tidak hanya untuk dirinya, tapi menyangkut rasa bangga sebagai bangsa serta komitmen untuk negara dan kesejahteraan warganya.

Jadi bagi mereka ‘Merk’ adalah simbol eksistensi negara dan kwalitas warganya, sekaligus wujud bela negara.

Sementara banyak orang Indonesia melihat Merk hanya dalam perspektif ‘Gengsi’ dan ‘keuntungan pribadi’. Sehingga enak aja diganti-ganti.
( tapi tidak termasuk bu Siti. Dia masih punya nurani Indonesia sejati, karena itu dia tidak sudi melepas merk Indonesia dan menganti dengan ‘Amerika’).

Dan JSIT ?
Seperti merk Indonesia, merk “JSIT juga menjadi simbol eksistensi lembaga dan kwalitas anggotanya sekaligus wujud bela lembaga.

Karenanya memakai merk JSIT berarti berkomitmen untuk menjaga marwah lembaga, tanpah harus kehilangan kesempatan untuk ‘sejahtera’.
keduanya (marwah lembaga dan kesejahteraan ‘pengguna’) harus selalu ada.

Jika salah satunya tidak ada, apalagi jjka yang pertama (marwah lembaga) yang tidak, maka Rasa Cinta kita kepada Lembaga JSIT pasti tidak ada.

Na’udzubillah, berarti kita kalah dengan ibu Siti, yang hanya tamat SMP tapi berani ‘melawan’ Amerika.

Bismillah. Kita pakai Merek JSIT, Karena kita yakin; produk JSIT layak untuk Indonesia bahkan dunia,

 

 

Jogja, 18 Nov 2019.

Ery Masruri

Pengurus Departemen Kelembagaan JSIT Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*