Mengikuti perjalanan Sekolah Islam Terpadu sejak pasca kelahirannya pertama kali, tahun 1993, maka kita bersyukur pada Allah SWT bahwa model Sekolah Islam Terpadu diterima oleh masyarakat Indonesia dengan sangat baik. Dan kita juga bisa mengatakan bahwa Sekolah Islam Terpadu, secara populasi tumbuh dan berkembang. Hal ini bisa kita buktikan dari data yang menunjukan peningkatan jumlah sekolah Islam terpadu yang terus bertambah, dengan indikator yang menjadi anggota JSIT berada di angka 2337 sekolah. Di bandingkan saat Munas pertama di Riau (tahun 2006) yang terklaim menjadi anggota JSIT dikisaran 1.500 sekolah, namun yang terdata masih diangka sekitar 400 an sekolah.
Sekarang, marilah kita menyelami perjalanan SIT untuk melihat ke yang lebih mikro lagi, apakah sekolah kita sedang tumbuh (incline)? Atau menurun (decline)? Untuk menjawab permasalahan ini, maka kita perlu melihat beberapa data yang concrete artinya datanya jelas dan nyata. Selanjutnya data tersebut juga harus observable yang berarti bisa diamati, dan juga bisa diukur (measurable). Selanjutnya dengan mudah bisa kita singkat COM.
Data pertama yang perlu kita lihat dan paling mudah diamati adalah jumlah siswa -tetapi ada sedikit masalah dengan membaca data jumlah siswa. Bagi sekolah yang memiliki jumlah siswa sudah maksimal sesuai kapasitas, maka data jumlah siswa tidak bisa lagi dijadikan salah satu indicator pertumbuhan sekolah. Karenanya kita bisa bergeser ke indicator lain yaitu data peminat. Data peminat akan menunjukan popularitas sekolah kita. Dan ini akan menjadi point penting, apakah sekolah kita sedang mengalami “pertumbuhan popularitas” atau “penurunan popularitas”. Dari data peminat kita bisa cek lebih lanjut ke data pendaftar, dan kemudian data pendaftar ulang, dan data yang me-reject daftar ulang.
Data lain yang juga perlu dicermati adalah data keuangan. Data keuangan ini menjadi indicator penting kesehatan organisasi. Apakah data pemasukan keuangan kita menunjukan trend incline atau decline. Data pemasukan bisa dikonfirmasi lagi ke data pengeluaran, yang kemudian bisa kita lihat discrepancy -nya. Peningkatan data pemasukan harus bisa kita prediksi dengan ektrapolasi apakah akan berpotensi crossing atau tidak dengan data pengeluaran. Karena, jika terjadi maka akan membuat Lembaga kita sulit berkembang lebih lanjut di masa depan. Potensi crossing biasanya terjadi dari peningkatan belanja pegawai dan belanja bahan yang mengalami inflasi setiap tahun, tetapi tidak bisa diimbangi oleh peningkatan pemasukan. Peningkatan pemasukan, misal dari SPP tentu tidak mudah dilakukan. Hal ini karena peningkatan SPP bisa menjadi boomerang, yang ditandai dengan menurunnya peminat, pendaftar, pendaftar ulang, dan siswa.
Data prestasi juga bisa dijadikan indicator apakah sekolah mengalami decline atau incline. Namun perlu waspada membaca data prestasi, karena bisa jadi kita mendapatkan pseudo achievement atau prestasi palsu. Apa itu prestasi palsu? Sebuah prestasi yang dicapai bukan karena system kita, tetapi lebih karena minat, bakat, potensi, bahkan kerja keras orang tua siswa. Ciri mudah melihat pseudo achievement adalah apakah prestasi yang kita peroleh mengalami pengulangan atau hanya bersifat indisentil.
Data yang juga tidak boleh tertinggal adalah data kinerja Guru dan capaian prestasi akademik siswa, baik dalam bentuk UN, USBN, ataupun SMPTN. Data-data ini perlu terkuantifikasi agar kita bisa melihat dengan jelas incline dan decline nya. Karena akan menjadi data penting, maka sumber data harus valid dan reliable. Untuk itulah maka instrument pengambilan data maupun pelaku pengambil data harus memiliki tingkat keajegan dan kepercayaan yang baik. Dan disinilah tantangannya.
Point penting lain yang perlu diperhatikan adalah data kinerja karakter (Islamic values) siswa-siswi kita baik di saat belajar dengan kita maupun setelah lulus. Pengumpulan data karakter siswa tentu memiliki tingkat kesulitan yang tinggi namun karena ini point penting yang membedakan SIT dengan sekolah lain perlu menjadi agenda besar. Indikator kita serius atau tidak dalam mengembangkan system evaluasi kinerja karakter siswa ialah dengan melihat apakah menggunakan resources (missal: uang, SDM, dan waktu) yang dimiliki memadai atau tidak. Data karakter siswa penting bagi kita dalam mendapatkan informasi dan persentase siswa yang berada dibawah atau diatas bottom line dari learner character yang telah kita tetapkan.
Sebelum diakhiri, saya hanya mengingatkan diri saya sendiri dan kita semua bahwa, pertumbuhan dan perkembangan sekolah perlu dilihat dari data yang nyata. Bukan dari pseudo data. Karena, jika salah mengambil data, membaca data, dan menginterpretasi data, maka akan mengalami kesalahan penarikan kesimpulan. Kelanjutan dari sini adalah akan adanya kesalahan pengambilan kebijakan.
Wallahualam…
Rahmat S Syehani
Kadep R&D JSIT Indonesia.