SELAMAT, ANDA SUDAH ‘GILA’.

Sarapan bersama orang ‘gila’ ternyata sangat mengasyikkan. Gak tau kenapa… mungkin karena dulu saya pernah gila juga ya ? atau jangan -jangan saya belum sepenuhnya ‘normal’, entahlah… yang jelas ngobrol sama orgil terasa hidup jadi lebih hidup lagi.

Kebetulan tadi malam saya ketemu shohib lama di Sate Klatak P Pong, tentu saja saya bahagia…tapi tidak istimewa, maksud saya, rasa bahagia yang normal, karena ketemu dengan shohib. Apalagi beliau, masih seperti yang dulu: hangat,ceria dan kaya joke.

Pagi ini saya ingin menyempurnakan kebahagian dengan sarapan pagi di warung masakan jawa yang menyediakan berbagai masakan khas jogja bobor, mangut, empal, pepes ikan, oseng oseng mercon , bacem tempe, tahu dsb.
Sambil makan mengalirlah perbincangan yang mengingatkan saya pada kenangan 29 tahun lalu, ketika pertama saya bilang ; “untuk berubah kita harus gila!”.

Dan jadilah saya bersama 4 orang teman (Sukamta, Mujidin, Muhaimin, Bodi Dewantoro, Agus Sofwan) membuat kegilaan di Jogja, mendirikan taman kanak – kanak fullday.

Sekarang sekolah fullday sudah banyak dan lazim, bukan kegilaan, tapi era ‘90-an mendirikan sekolah fullday apalagi TK merupakan kegilaan. Apalagi mengusung paradigma baru ‘Terpadu’, agama tidak hanya menjadi pelengkap tapi ‘Ruh’ kurikulum.

Metodenya ‘learning by doing’, medianya semua hal yang ada di lingkungan; langit,hujan, pohon,jendela,meja,kursi,toko bahkan teman dan tamu.

Sehingga anak2pun belajar tidak hanya di ruang tapi juga di halaman, pinggir jalan bahkan di pasar.

Tempatnyapun berpindah pindah, dari ruang tamu rumah kontrakan Pa Bodi, dan selanjutnya berpindah 3 kali dalam setahun teras masjid Sagan, aula asrama masasiswa Palembang Merapi Singgalang sampai terakhir di madrasah dewan da’wah ‘Muadz bin Jabal’  yang hingga sekarang namanya kami abadikan sebagai brand TKIT.

Gilanya lagi kami berlima hanyalah keluarga muda ‘kontraktor’ alias belum punya rumah, tinggal di rumah kontrakan. Jadi bisa anda bayangkan bagaimana orang normal melihat kami, untuk urusan sendiri aja belum kelar kok ngurusin umat.

Tapi itulah asiknya orang ‘gila’, fikirannya lepas bebas tidak terkerangkeng oleh jeruji materi dan birokrasi.
Karyanya setengah nyata setengah imajinasi.

Kini ‘kegilaan’ saya sudah diikuti banyak orang dan menjadi lazim. Sekolah ‘gila’ kami sendiri sudah berkembang menjadi 5 TKIT, 3 SDIT, 2 SMPIT,2 SMAIT dan 1 PT.

Banyak sekali orang berkerumun di sekitar saya. Kebanyakan mereka orang – orang normal. Hanya sedikit yang ‘gila’.

Mungkin karena itu berangsur – angsur ‘kegilaan’ saya berkurang dan menjadi sedikit normal, mulai takut keluar dari birokrasi, sedikit senang materi dan miskin imajinasi.

Dan pagi ini, saya setelah lewat 29 tahun, Alloh pertemukan saya dengan orang ‘gila’, namanya Sahroni.

Bayangkan:
di saat kebanyakan orangtua mendorong anaknya untuk ‘sukses‘ dunia, jadi juara dan kaya, dia justru mengajak anak untuk ‘berproses’ bersama lingkungannya, menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya.

Di saat kebanyakan orang melihat pendidikan adalah sekolah yang memberikan ( mempertuhan) ijazah, dia bilang tidak usah sekolah, yang penting kamu tetap dalam fitrah, taat beribadah sebagai ‘abdullah dan cakap memimpin sebagai khalifah. Ijazah gampang, besok kita mintakan ke sekolah.

Memang tidak mudah katanya, tapi gilanya dia bisa meyakinkan beberapa sekolah agar mau memberikan ijazah, tanpa anaknya hadir di sekolah kecuali ketika ujian. Dan gilanya, terbukti bisa meraih nilai tinggi.

Anda pasti bertanya, belajarnya bagaimana ?
Di rumah kontrakan, bersama teman – temannya.  Anak – anak temannya yang sama sama ‘gila’.

Dan dengan caranya sekarang satu anaknya sudah hafal 30 juz al Qur’an, mendapat beasiswa di Telkom, dan menjadi pemimpin di lingkungannya.

Sementara adiknya yang masih seusia siswa SMP, sudah hafal 15 juz dengan kepribadian yang matang.

Sekarang mulai banyak orang tertarik dengan ‘kegilaan’nya, ada 15 anak yang bergabung di ‘rumah gila’ Syahroni. saya yakin mereka akan menjadi orang-orang sukses dan peimpin di masa depan.

Selamat syech Syahroni, anda sudah ‘gila’. Suatu saat mungkin kegilaan antum akan banyak diikuti orang normal sehingga menjadi lazim. Tapi saya harap antum jangan kembali ‘normal’, tetaplah ‘gila’. Karena untuk perubahan butuh orang ‘gila’.

 

 

Jogja, 8 September 2019.
Ery Masruri

Pengurus Pusat JSIT Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*