Branding adalah aktivitas yang dilakukan untuk membangun persepsi orang lain mengenai siapa kita. Branding bukan melulu dikaitkan dengan istilah dalam marketing atau merek suatu produk. Maka setiap perilaku yang kita perlihatkan sehari-hari di masyarakat pada dasarnya adalah sebuah proses yang nantinya akan menjadi brand untuk kita di kemudian hari.
Brand memang sesuatu yang tidak terlihat, tetapi efeknya sangat nyata. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal sejumlah merek yang mampu menjelaskan identitas dirinya dari sekian banyak produk yang beredar di masyarakat. Sebut saja misalnya Sunsilk untuk merek sampo, Sanyo untuk merek pompa air, Rinso untuk merek deterjen, Aqua untuk air minum kemasan, dan lain-lain.
Kalau kita bersikap ramah dan mudah menolong, kita pasti akan dipersepsikan sebagai orang baik. Jika kita mencuri miliaran uang negara maka layaklah kita menyandang status koruptor di mata masyarakat. Jadi, secara sadar atau tidak sadar kita sebetulnya telah melakukan branding atas diri kita sendiri.
Nah, sebagai guru kompetensi apakah yang harus kita miliki agar kita terlihat berbeda dengan guru lainnya? Bicara kompetensi berarti kita perlu menemukan dan mengembangkan “isi” dari kemampuan yang akan kita “jual”. Kompetensi layaknya inner beauty yang terpancar dan bisa mempengaruhi penilaian orang lain terhadap kepribadian kita.
Kalau kita jago menulis, ciptakan branding kita seorang gelis (guru penulis). Jika kita hobi mengobrol tentunya guner (guru trainer) bisa kita sematkan lewat proses berlatih secara kontinu. Tak masalah kita menjadi guru di tingkatan apa pun. Yang penting, pastikan kita memiliki kemampuan spesial sesuai jenjang tempat kita mengajar.
Sebagai guru PAUD, tentunya kita begitu mudah mencair dengan anak balita. Anak yang masih kecil tentu senang mendengarkan dongeng yang mendidik atau nyanyian dan tarian. Jadikan ini sebagai branding bagi kita. Tingkatkan kemampuan mendongeng, agar ketika orang mencari juri untuk lomba mendongeng atau pengisi acara tertentu maka khalayak akan langsung ingat dengan nama kita. Kita terkenal sebagai guru PAUD plus, guru pendongeng yang tak hanya pandai menyanyi dan menari saat mengajar, tetapi juga lihai mendongeng.
Sebagai guru SD hingga SMU tentunya banyak skill yang bisa diasah untuk dijadikan personal branding kita. Guru yang membuka bimbel atau les privat khusus, guru yang ahli dalam pembuatan aplikasi pembelajaran, guru yang ahli menulis PTK, guru yang ahli berceramah, guru yang ahli ruqyah, guru yang ahli sebagai motivator, trainer pendidikan, atau hypno training.
Karena penulis menyukai dunia menulis maka kemampuan menulislah yang dijadikan sebagai personal branding. Karena guru yang berprofesi sebagai penulis masih cukup minim saat ini. Setiap minggu cukup banyak guru yang mengirimkan opininya ke harian Radar Banjarmasin. Namun, tidak semua guru yang konsisten menulis dan mengirimkan tulisannya ke media massa.
Banyak guru yang sudah merasa puas setelah satu atau dua tulisannya dimuat. Sekedar pelengkap untuk mencukupi nilai kenaikan pangkat atau tujuan lainnya. Padahal kesempatan emas terbuka lebar bagi guru untuk mengembangkan skill menulisnya. Banyak hal spektakuler yang bisa kita ceritakan saat mengajar atau saat berinteraksi antar teman sejawat.
Oleh sebab itu, Uncle Benjamin Franklin pernah berujar, “Jika Anda tidak ingin dilupakan segera setelah berkalang tanah nantinya, tulislah sesuatu yang layak dibaca, atau lakukan sesuatu yang layak ditiru”. Maka sejuta langkah harus dimulai dari langkah yang pertama. Memang menulis sebuah pekerjaan yang terasa berat jika hanya di angan-angan dan dibicarakan saja. Kebanyakan dari guru hanya bisa menyuruh siswa membuat tulisan atau karangan, sedangkan kita sendiri minim tulisan atau karangan. Berulang kali cobalah menulis dengan konsisten maka lambat laun tanpa terasa jari jemari kita mahir menuangkan buah gagasan nan cemerlang.
Sekolah pun turut memfasilitasi agar kemampuan menulis guru makin meningkat. Sekolah bisa menetapkan bahwa menulis merupakan program prioritas untuk guru. Menulis dijadikan salah satu poin dalam penilaian kreatifitas guru. Dalam rapor guru pun juga ada penilaian tersendiri tentang karya tulis.
Sepanjang pelaksanaan program budaya menulis guru ini, hasil tulisan guru tentunya bermacam-macam. Awal mulanya, guru diminta menuliskan pengalaman spritualnya selama mengajar atau tulisan tentang media dan media pembelajaran inovatif yang pernah dilaksanakan di kelas. Kumpulan tulisan guru ini juga bisa berisi kelebihan-kelebihan sekolah atau program unggulan yang dimiliki sekolah.
Ada juga yang memang menceritakan pembelajaran di kelas, ada yang berupa keluhan atau curhat, ada juga yang menceritakan tentang perjalanan mengajarnya dari tahun ke tahun. Apapun tulisan guru, pimpinan sekolah tetap mengapresiasi minimal dengan ucapan terima kasih.
Selanjutnya, guru yang berkompeten sebagai editor memberi masukan berkaitan dari segi materi atau ejaan. Jika sudah diedit semuanya, kumpulan tulisan tersebut niscaya bisa diterbitkan menjadi sebuah buku yang unik dan menarik. Unik karena isinya pengalaman nyata sang guru itu sendiri. Menarik jika dibumbui beraneka rupa pengetahuan, data-data ilmiah, pengalaman khas, prestasi tertentu, atau proses kreatif tertentu yang bernilai praktis serta penting untuk diketahui khalayak luas.
Untuk guru yang sibuk mungkin menulis kisah sendiri jauh lebih mudah dibandingkan menulis tema lain di luar keahlian, minat, dan kompetensi kita. Bagi kita yang belum punya pengalaman menulis atau jarang menulis maka akan terasa berat jika dikerjakan sendiri. Jika kita menulis secara keroyokan tentu akan jauh terasa mudah dan meninggalkan kesan yang mendalam.
Menerbitkan buku bisa juga dimulai dari even-even tertentu. Sekolah mengadakan lomba menulis untuk guru. Pada peringatan Hari Guru Nasional misalnya, sekolah mengadakan lomba menulis tentang pengalaman dalam menerapkan strategi pembelajaran atau lainnya yang berhubungan dengan pembelajaran di kelas.
Tahun berikutnya, lomba menulis dikembangkan dengan lomba mendongeng. Selain guru menyerahkan resume dongeng atau cerita. Guru dituntut untuk bisa menyampaikan dengan mendongeng dihadapan siswa. Disinilah peran penting sekolah dalam menfasilitasi & mengapresiasi penumbuhan budaya menulis para guru.
Apalagi buku kumpulan tulisan pendek guru ini bisa mengangkat citra sekolah kita. Orang yang belum mengenal sekolah kita atau salah kaprah dalam memahami profil sekolah kita tentu saja akan mendapat gambaran besar dari buku yang dipasarkan tadi. Buku ini akan lebih cespleng jika diapresiasi oleh orang tua siswa yang turut membeli buku tersebut.
Brand sekolah akan naik dan diminati masyarakat asalkan kita sukses melahirkan buku yang berkualitas. Isi bukunya memang benar-benar nyata, bukan sesuatu yang diada-adakan atau sekedar pemoles tulisan. Buku yang menceritakan mulai A hingga Z tentang sekolah. Dari awal berdiri hingga tumbuh besar sekarang ini.
Buku yang sanggup mengubah pola pikir seseorang atau sekelompok orang. Buku yang mampu memengaruhi dan dijadikan buah bibir. Buku yang tak henti-hentinya dibicarakan selama berhari-hari karena isinya yang begitu menginspirasi. Buku yang memang digarap dengan serius dan di diskusikan secara matang sebelum diluncurkan. Buku inilah yang akan menjadikan dirinya sebagai salah satu media branding pencitraan positif untuk sekolah. Karena sekolah yang bermutu akan melahirkan pola pendidikan yang terpadu. Bernas karena isinya memaparkan fakta. Bukan seonggok dusta. Bukan buku yang biasa. Karena ditulis oleh para guru luar biasa.
Rahmah, S.Pd.I, Guru SDIT Ihsanul Amal Alabio, Kab. HSU