SDIT Ukhuwah Banjarmasin Mengolah Pupuk dari Sisa Kulit Buah

BANJARMASIN, KALSEL – Bisakah kulit buah busuk diolah menjadi pupuk? Jika pertanyaan itu disodorkan pada Rakha Zuhdi, dia akan menjawab ya! Kemarin (1/2), siswa kelas IV E SD Islam Terpadu Ukhuwah ini diajari gurunya mengolah pupuk.

“Pertama-tama masukin kulit buah ke dalam mesin pencacah. Biar hancur. Langkah kedua… Astagfirullah, sudah lupa,” ujar Rakha polos. Begitulah sepenggal penjelasan bocah SD itu saat ditanya cara membuat pupuk.

Pelatihan bertempat di Bank Sampah Berseri (Bersih, Sehat dan Rapi). Tepat di halaman belakang SD Islam Terpadu Ukhuwah.

Sekolah di Jalan Lingkar Dalam Kecamatan Banjarmasin Selatan itu menyandang predikat Adiwiyata Nasional. Sebuah program sekolah berwawasan hijau. Dan sedang berupaya naik kelas ke level Adiwiyata Mandiri.

Pesertanya siswa dan siswi dari kelas IV dan II. Kelas IV diajari mengolah pupuk dari kulit buah. Sedangkan kelas II dari dedaunan kering.

Fungsinya berbeda. Pupuk dari kulit buah guna merangsang pembungaan dan pembuahan pohon. Sedangkan pupuk dari dedaunan untuk menyuburkan tanah.

Pelatihnya adalah Titin, guru mata pelajaran IPA dan Noor Hafizah, guru kelas II. “Kami ingin anak-anak mengerti. Sampah yang sebelumnya cuma dibuang, ternyata bisa dimanfaatkan. Bahkan punya nilai ekonomis,” ungkap Titin.

Resep membuat pupuk ini cukup mudah. Pertama, kulit buah busuk dimasukkan ke dalam mesin pencacah. Dihancurkan hingga halus. Kebetulan, yang siswa pakai adalah kulit buah nenas. “Sebenarnya kulit buah apa saja bisa,” imbuhnya.

Langkah kedua, kulit buah yang sudah hancur disiram cairan khusus. Berupa air kelapa dicampur gula merah. Kemudian semuanya diaduk dalam sebuah ember hingga merata.

“Air kelapa dan gula ini pengganti larutan EM 4. Bakteri pembusuk untuk membantu fermentasi pupuk yang biasa dijual di toko-toko,” jelasnya.

Yang harus diperhatikan, perbandingan antara cacahan kulit buah dan cairan. Satu berbanding satu. Untuk lima kilogram kulit buah, mesti disediakan lima liter cairan pembusuk.

Ember kemudian ditutup dengan plastik kedap udara. Dilubangi, kecil saja, untuk memasang selang. Calon pupuk ini kemudian didiamkan selama dua pekan atau 14 hari.

Selang ini tentu bukan sekadar aksesori. Fungsinya agar pengolah pupuk bisa mencium dan mengenali jenis bau gas hasil fermentasi. Kalau busuk, dipastikan pupuk itu gagal dan tak bisa dipakai. Jika berbau tapai (tape), artinya sukses.

Fungsi lain dan jauh lebih penting dari selang itu, agar ember itu tak berubah menjadi bom mini. “Serius. Kalau tak dilubangi, embernya bisa meledak karena gas memuai,” pungkasnya.

Selama pembuatan pupuk, terlihat aneka tingkah polah yang lucu dan menggemaskan. Seperti siswa yang takut tangannya kotor. Atau menutupi hidungnya lantaran tak tahan dengan bau larutan pembusuk.

Sementara itu, Hafizah menceritakan program pelatihan pupuk ini sudah memasuki tahun kedua. Hasilnya digunakan untuk taman sekolah. “Kami sedang memikirkan untuk mengolah sisa makanan dari kantin sekolah untuk menjadi biogas,” ujarnya.

Dari kelas II, salah seorang siswi yang ikut pelatihan ini adalah Khadija Purnama. Dia bersedia berbagi trik pengolahan pupuk dari dedaunan kering. “Larutannya harus dari air sungai. Tidak boleh pakai air PDAM. Sebab air leding sudah mengandung kaporit,” ujarnya.

 

Sumber: kalsel.prokal.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*