CIMANGGIS, DEPOK – SDIT Attaufiq Cimanggis menggelar sholat ghoib untuk mendoakan almarhum Ahmad Budi Cahyono, Guru SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura yang telah dipanggil oleh Allah swt karena penganiayaan oleh muridnya sendiri. Selain itu, seluruh murid & guru SDIT Attaufiq juga mengumpulkan koin kemanusiaan sebagai bentuk kepedulian kepada kasus kekerasan terhadap guru ini. Hari ini, Senin (5/2/2018) telah terkumpul sejumlah Rp 2.444.500,-.
Apa yang dilakukan oleh murid & guru SDIT Attaufiq merupakan bentuk kepedulian Sekolah Islam Terpadu, dengan kejadian yang menimpa dunia pendidikan kita. Seperti yang telah diketahui publik, kasus penganiayaan guru seni rupa bernama Ahmad Budi Cahyono oleh muridnya berinisial HI terjadi, Kamis (1/2) sekitar pukul 13.00 WIB. Saat itu, guru Budi sedang mengajar bidang studi kesenian dan HI tertidur di kelas itu. Guru Budi langsung mendatangi murid berinisial HI yang tidur itu dan mencoret mukanya dengan tinta. Namun, HI tiba-tiba memukul sang guru. Sesampainya di rumah, korban langsung pingsan, sehingga dirujuk ke RS Dr Soetomo di Surabaya. Namun, nyawa sang guru tidak terselamatkan, dan ia meninggal di Rumah Sakit.
Sebagai organisasi pendidikan yang perhatian terhadap karakter, JSIT Indonesia menekankan kepada seluruh sekolah anggotanya untuk meningkatkan pembiasaan akhlak mulia pada murid. Pendidikan tidak sekadar angka dan prestasi akademik semata, pembentukan akhlak, khususnya akhlak murid pada guru perlu diupayakan secara serius. Murid harus beradab pada teman, guru, orangtua, dan masyarakat secara umum.
Terkait kasus ‘Guru Budi’ yang mencoreng dunia pendidikan ini, Wakil Ketua JSIT Indonesia, Fahmi Zulkarnain, S,Pd menyatakan bahwa pendidik dan masyarakat (baca:orangtua) semestinya juga bertanggungjawab. Sistem Pendidikan dan kualitas proses selama ini melupakan pendidikan adab dan akhlak.
“Pada akhirnya segala kejadian di lembaga sekolah akan menjadi tanggungjawab pendidik dan orangtua. Kejadian di Sampang, selain sosiokultural masyarakat setempat seperti ‘Carok’, juga pada kualitas interaksi guru dan siswa. Siswa dalam hal ini sebetulnya juga ‘korban’ dari Sistem Pendidikan dan kualitas proses yang cognitive heavy dan abai dengan pendidikan adab dan akhlak.” ungkap Fahmi.
Terkait dengan pendidikan adab, jernih sekali nasehat Imam Asy-Syafi’i kepada Imam Abu Abdish Shamad, gurunya anak-anak Khalifah Harun Al-Rasyid, “Ketahuilah, yang pertama kali harus kamu lakukan dalam mendidik anak-anak khalifah adalah memperbaiki dirimu sendiri. Karena, sejatinya paradigma mereka terikat oleh paradigma dirimu. Apa yang mereka pandang baik, adalah apa-apa yang kau lakukan. Dan, apa yang mereka pandang buruk, adalah apa-apa yang kau tinggalkan.”
Senada dengan nasihat Imam Asy-Syafi’i, ketika Malik bin Anas akan belajar kepada Rabi’atur Ra’yi, beliau mendapatkan nasehat dari sang Bunda. “Nak, camkan pesan ibu, pelajarilah olehmu adab Rabi’atur Ra’yi sebelum kau pelajari ilmunya.”
Pesan ini, mengisyaratkan bahwa sungguh, tak akan bermanfaat ilmu setinggi apapun jika tiada adab di dalamnya. Allah menyindir keras para ahli ilmu yang berjilid-jilid kitab dalam kepalanya, namun tiada adab tertanam dalam diri dan lisannya. Sia-sia ilmunya. Bahkan, malah menyeretnya pada kehinaan.
Maka, sudahkah konsep adab sebelum ilmu diterapkan di sekolah-sekolah kita? Sudahkah kita belajar adab sebelum ilmu? Dan, sudahkah kita belajar ilmu kepada guru yang memiliki adab mulia?