Jalan-jalan ke Kota Lahat
Naiknya pesawat maskapai unggulan
Lihat Gunung Jempol tak dipahat
Moga guru SIT jadi jempolan
Gunung atau Bukit Selero, Gunung Jempol
Rabu 21 Desember 2016 lalu saya mengisi training di 500 peserta. Mereka semua adalah anggota PGRI se-Kabupaten Lahat. Mereka mengadakan lokakarya dalam rangka HUT PGRI yang ke-71 berbarengan dengan Hari Guru Nasional (HGN) juga. Saya adalah pembicara ke tiga setalah anggota dewan DPR RI Komisi X dan jurnalis asal Palembang. Waktu saya bicara berat, jam 14 sampai 15.30. Tapi itu tantangan. Tenang saja karena saya membawakan beberapa film pendukung materi dan permainan dream mematahkan pensil 2B dengan jari telunjuk. Ternyata ada yang bisa. Banyak juga ibu dan bapak yang gagal mematahkan pensil 2 B. “You are what you think”, kata saya.
Dalam perjalanan pulang saya melihat ada gunung mirip jempol. Itu yang membuat saya tertarik. Saya fotolah. Lalu saya cek di mesin pencari informasi, google. Benar ternyata. Namanya Bukit Selero. Masyarakat setempat menamakan juga dengan Gunung Jempol karena mirip Jempol. Ada satu lagi gunung jempol yakni di daerah SIngkawang Pontianak Kalimantan Barat. Tentu karena kontur tanah di Indonesia sangat memungkinkan gunung berbentuk jempol ada.
Jika disebut gunung jempol, adakah kiranya guru jempol? Andakah orangnya?. Pertanyaan itu terlintas dalam pikiran. Bayangan guru Indonesia menjadi guru jempolan.
Guru jempol adalah guru yang hebat. Tanda jempol biasanya menunjuk pada sesuatu yang oke, sip, bagus, hebat, atau sejenisnya yang menunjukkan kelebihan.
Ada satu keinginan saya begitu melihat Gunung Jempol. Gunung itu kokoh dan bertahan lama. Yap…guru jempol adalah keinginan saya agar Anda menjadi guru hebat hari ini dan hari esok.
Ada kata-kata Mutiara dari William Arthur Ward, begini “ Guru biasa memberitahu. Guru baik menjelaskan. Guru ulung memperagakan. Guru hebat mengilhami.” Saya setuju dengan kata-kata mutiara tersebut. Mari kita kupas sedikit.
Guru biasa memberitahu. Biasanya guru adalah seorang yang mentransfer ilmu kepada para siswa. Itu adalah biasa. Semua guru bisa melakukannya. Perbedaan guru dengan murid hanya semalam. Jika besok akan mengajar, maka guru akan membaca bahan terlebih dahulu di malam harinya. Kapan siswa membacanya atau mengikuti bahan tersebut? Tentu saja di pagi harinya atau siang harinya saat tatap muka dengan gurunya. Guru biasa bukanlah guru jempol. Sebab terjadang ia menjadi guru kebetulan. Bukan guru kebenaran. Guru kebetulan mengajarnya belum tentu benar. Bisa jadi tidak cermat. Guru kebenaran, mengajarnya benar. Berlandaskan ilmu. Janganlah menjadi guru kebetulan. Akan tetapi, jadilah guru kebenaran.
Guru baik menjelaskan. Ia selangkah lebih baik dari guru biasa. Kebaikan guru ini pada saat menjelaskan. Ia punya kelebihan yakni keterampilan menjelaskan. Kemampuan menjelaskan amat bergantung pada kemampuan profesionalisme guru yakni sejauhmana guru menguasai materi pembelajarannya. Kemampuan guru dalam menyajikan informasi sesuai dengan materi pembelajaran yang dipadukan dengan contoh, ilustrasi, data, fakta, gambar, atau sajian data lainnya. Dengan kemampuan menjelaskan ini, pesan-pesan pembelajaran dapat sampai dalam pemikiran para siswa. Para siswa kemudian dapat mengolah informasi yang disajikan ke dalam pengalaman=pengalaman belajar siswa baik di dalam kelas, ruang laboratorium, maupun di ruang kelas lainnya. Bahkan untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, guru dapat bertanya kepada siswa. Guru dapat mengembangkan diskusi dan sejumlah metode pembelajaran lainnya. Pendek kata, guru baik adalah guru yang mampu menjelaskan.
Guru ulung memperagakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ulung bermakna berpengalaman, mahir, dan terbaik. Jika dihubungkan dengan memperagakan, guru ulung adalah guru yang berpengalaman memperagakan sesuatu. Mahir memperagakan materi pembelajaran atau terbaik dalam memperagakan. Guru ini dalam memperagakan materi pembelajaran, selalu menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran tidak melulu sama. Media pembelajaran dirancang dengan baik. Tidak mesti membeli. Bisa juga membuatnya sendiri dari barang-barang bekas. Apalagi jika sekolah punya kemmapuan membeli media atau alat peraga yang lebih baik, tentu saja guru seharusnya makin bersemangat memperagakan bahan pembelajaran secara menarik. Media pembelajaran juga dipandang perlu dicek kebaruannya agar efektif dalam menyampaikan. Sehubungan dengan media pembelajaran, tabel berikut menarik untuk diikuti. Menurut Allen, hubungan media pembelajaran dengan tujuan pembelajaran terlihat dalam tabel di bawah ini
Keterangan : R = Rendah S = Sedang T= Tinggi
1 = Belajar Informasi faktual
2 = Belajar pengenalan visual
3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan
4 = Prosedur belajar
5 = Penyampaian keterampilan persepsi motorik
6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi
Cara membacanya begini. Jika tujuan pembelajarannya adalah mengembangkan sikap, opini, dan motivasi, media pembelajaran yang cukup efektif adalah yang berkode S atau Sedang yakni gambar hidup, televisi, rekaman audio, programmed intsuction, demonstrasi, dan buku teks tercetak. Nah, guru ulung, akan menggunakan media pembelajaran yang efektif ke arah pencapaian tujuan pembelajaran.
Selain itu, bagi guru mata ajar rumpun kelompok IPA atau sains, guru ulung adalah guru yang menghadirkan pembelajaran di laboratorium sains baik fisikia, kimia, atau biologi. Dulu, sewaktu saya 6 tahun menjadi kepala SMA, saya perintahkan mata ajar fisika, kimia, dan biologi, minimal melakukan praktikum di laboratorium masing-masing 1 kali setiap pekan. Saya kemudian membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) untuk alat dan bahan praktikum. Menarik. Mengapa? Sampai saat ini saya masih ingat praktikum biologi di SMA dulu. Saat itu, saya baru tahu golongan darah melalui praktikum biologi. Golongan darah A. Sekitar lima tahun berikutnya saya buktikan di rumah sakit benarkah golongan darah saya adalah A. Tenryata benar. Hebat guru saya itu. Nama gurunya Pak Deden. Masuk ke wilayah long term memory saat pembelajaran itu hingga kini. Itulah guru ulung. Ulung dalam memperagakan.
Level terakhir adalah guru hebat mengilhami. Yes. Ia mengilhami para siswanya. Ia menjadi inspirasi siswanya. A great teacher is take a hand, opens a mind, and touches a heart. Guru hebat adalah ia yang mengulurkan tangan, membuka pikiran, dan menyentuh hati para siswanya. Ia mengolah jiwa, mengolah emosi, dan mengolah pikiran para siswa. Membentuk siswa mampu mandiri menjalani kehidupan. Terampil mengatasi persoalan hidup yang akan dihadapi siswa. Guru hebat selalu dikenang siswa. Kata-katanya dikenang. Tindakannya diingat siswa. Ia amat mencintai pekerjaannya sebagai guru. Seperti kata KH Maemun Zubair, “ yang paling hebat dari seorang guru adalah mendidik dan rekreasi yang paling indah adalah mengajar.” Dan persis kata Steve Jobs, “Satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan hebat adalah Cintai apa yang Anda Lakukan.” Tantangan terbesar dunia pendidikan adalah bagaimana siswa mampu mengatasi persoalan kehidupan bukan sekedar menghadapi persoalan mata pelajaran. Guru hebat mampu menghadirkan pesan Rasululloh “Inni buistu mualliman muyassyiron.” Aku diutus untuk menjadi guru yang memudahkan.
Semoga Anda menjadi Guru Jempol!. Bukan sekadar mengetahui bahwa ada gunung jempol. Bahkan Anda saya doakan menjadi guru yang bersifat seperti gunung. Kokoh dan konsisten dalam mencintai profesi sebagai guru.
Suhartono, M.Pd., Ketua Departemen Pembinaan Siswa
JSIT Indonesia, 27 Desember 2016
nice post