Mahakam… Aku Belajar Tentangmu!

Berdiri memandang aliran Sungai Mahakam. Hotel Harris lantai 6 kamar nomor 606 saya di sana. Hujan tampak rintik-rintik. Turun dari langit karena karunia Allah SWT. Menerpa pepohonan, jalanan, rumah, termasuk aliran sungai. Tenang mengalir menuju ke hilir.

Sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur ini bermuara di Selat Makassar. Panjangnya sekitar 920 km. Melintasi Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegaradan Kota Samarinda di bagian hilir. Di sungai hidup spesies mamalia ikan air tawar yang terancam punah, yakni Pesut Mahakam.

Berada lebih dekat disana. Tepatnya dirumah makan siang malam. Tadinya terbayang akan makan kepiting soka khas Samarinda. Apa daya, sudah habis. Tapi ada pemandangan yang sebanding. Dari dekat terlihat banyak kapal merapat. Speed boat kecil yang melintas. Bahkan beberapa klatak yang menyeberangi Mahakam.

Saya jadi ingat juga di Banjarmasin. Di sana pun ada banyak sungai. Sungai yang terkenal Sungai Barito. sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer. Lebar Sungai Barito rata-rata antara 650 hingga 800 meter dengan kedalaman rata-rata 8 meter. Bahkan saya pernah diajak ke pasar terapung bada subuh. Kabarnya, tidak sah ke Banjarmasin jika belum ke pasar terapung. Transaksi perdagangan hasil bumi diatas perahu. Selepas subuh hingga sekitaran pukul 07 ramai orang yang membeli. Hebatnya, yang membawa perahu adalah para wanita. Diujung perahu siap mendayung, sementara hasil bumi untuk didagangkan ada didepannya. Seimbang. Tak jatuh.

Saya terbayang jika tak ada air. Lebih terbayang lagi jika air tidak membawa dampak positif bagi manusia.

Sejak dulu hingga saat ini, sungai ini punya  peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagai sumber air, potensi perikanan,  maupun sebagai prasarana transportasi. Air Allah hadirkan untuk kehidupan manusia. Bahkan kehidupan pertama di bumi adalah air.


 

Teman-teman, mari kita belajar dari air. Ambil filosofi dari air. Bawa ke dalam karakter sehari-hari kita.

Pertama, air itu menghidupkan. Allah SWT berfirman “ Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu. Kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS Al Anbiya: 30)

Allah juga menjelaskan metode pendistribusian air ke seluruh penjuru bumi, Allah berfirman, “ Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang darinya makan dewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidakmemperhatikan?” (QS As Sajdah:27)

Amat jelas bahwa Allah SWT memberikan karunia-Nya kepada semua makhluknya secara sempurna. Dengan adanya air, bumi yang tandus menjadi subur. Tanaman yang kering menjadi hidup kembali. Sawah yang gersang menjadi tumbuh kembali dan seterusnya. Jumlah air di bumi menurut pakar geologi diperkirakan sekitar 16.000.000.000 km persegi atau sama dengan 16.000.000.000.000.000.000 ton. Ayo, mungkin susah menyebutnya. Tapi yang jelas sangat banyak dan berlimpah.

Begitu juga guru. Tugas profesinya menghidupkan alam pikiran siswanya. Membuka cakrawala pengetahuan. Meningkatkan derajat kualitas pemikirannya. Membimbing para siswa ke jalan yang benar, ke jalan yang baik, dan ke jalan yang lurus. Tidak ada siswa yang bodoh sebab semua guru hadir dalam kehidupannya. Jadilah guru yang selalu dikenang oleh para siswanya karena kebaikannya. Bukan sebaliknya, karena kejahatannya.

Kedua, air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Salah satu sifat air adalah perilaku air yang selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Memang di zaman modern ketika mesin pompa sudah ditemukan, air bisa mengalir dari rendah ke tempat yang tinggi. Namun,  zaman dahulu tentu amat susah untuk menaikkan air dari tanah ke permukaan yang lebih tinggi. Allah menciptakan air agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya. Air tidak pernah sombong. Air selalu rendah hati pada manusia. Guru pun harusnya demikian.  

Guru harus banyak belajar. Guru tidak pantas sombong karena keilmuannya. Kesombongan karena keilmuannya bisa mendatangkan bahaya. Rasulpun berpesan bahwa sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.

 

Ketiga, air selalu mengisi ruang-ruang yang kosong. Cobalah buat sebuah kotak kedap air yang bersekat tapi memiliki celah. Kemudian isi kotak tersebut dengan air. Air pasti akan berusaha memenuhi kotak tersebut dengan wujudnya. Perlahan tapi pasti, melalui celah antar sekat, air akan mengisi kotak tersebut hingga penuh. Guru yang baik adalah guru yang berusaha mengisi kekosongan hati dan pikiran siswanya. Dengan meniru sifat air, guru seharusnya bisa menjadi penolong bagi siswa atau guru lainnya yang sedang bermasalah atau kekurangan. Masalah akademik. Masalah perilaku. Masalah pergaulan atau kekurangan ilmu, kekurangan keterampilan (skill) termasuk juga kekeringan jiwa.

 

Keempat, air selalu mengalir ke muara. Tak peduli seberapa jauh jaraknya dari muara. Air pasti akan tiba di sana. Saya kurang sependapat dengan orang yang menggunakan pepatah “hiduplah mengalir seperti air” untuk menguatkan gaya hidup yang tidak punya arah dan serampangan. Ya kalau mengalirnya sampai ke muara, kalau ternyata mengalirnya sampai ke comberan, bagaimana?  Justru sebenarnya dengan meniru air yang mengalir, seharusnya kita punya visi kehidupan. Hal utama yang patut diteladani dari perjalanan air menuju muara adalah sikapnya yang konsisten. Bayangkan, ada berapa banyak hambatan yang dilalui oleh air gunung untuk mencapai muara? Mungkin ia akan singgah di sungai, tertahan karena batu, kemudian bisa saja masuk ke selokan. Tapi toh akhirnya ia tetap mengalir dan tiba di muaranya. Waktu tempuh air untuk sampai ke muara sangat bervariasi. Ada yang hanya beberapa hari, tapi ada juga yang beberapa minggu. Camkan dengan baik! Hal terpenting bukanlah waktu tempuh yang akan dilalui, tapi seberapa besar keyakinan untuk menuju muara atau visi atau impian yang akan kita gapai.

 

Kelima, air itu thohuruun dan muthahharun, suci dan mensucikan. Setiap guru memberi kemanfaatan. Seperti air yang suci dan mensucikan. Ia bisa mendatangkan kebersihan. Ia pun bisa menghilangkan najis. Pertama sholihun linafsihi, artinya menjadi shalih bagi dirinya sendiri dengan cara beriman dan beramal sholih. Itu adalah minimalnya. Tekad guru tercermin dari pesan Nabi, “ Seorang muslim yang baik adalah yang menyelamatkan muslim lain dari kejahatan tangannya dan lisannya.” Hasan Al Banna mengingatkan ashlih nafsaka wad’u ghairoka…perbaikilah dirimu kemudian serulah orang lain kepada kebaikan. Kedua, naafi’un lighairihi, yakni kapasitas bermanfaat untuk orang lain. Bermanfaat untuk sesame guru. Bermanfaat kepada siswanya. Ini adalah keshalihan sosialnya guru. Antarkan kebahagiaan kepada para siswa melalui ilmu yang menginspirasi mereka.

 

Akhirnya, saya teringat mudzakirat syaikhut tarbiyah KH Rahmat Abdullah Allahu yarham, “ Jadilah kalian orang-orang yang…

Atsbatuhum mauqiifan… yang paling kokoh atau tsabat sikapnya

Arhabuhum shadran…yang paling lapang dadanya

A’maquhum fikran…yang paling dalam pemikirannya

Ausa’uhum nazharan…yang paling luas cara pandangnya

Ansyatuhum ‘amalan…yang paling rajin amal-amalnya

Aslabuhum tanzhiman…yang paling solid penataan organisasinya

Aktsaruhum naf’an…yang paling banyak manfaatnya

 

Suhartono, M.Pd. Ketua Departemen Pembinaan Siswa JSIT Indonesia

Samarinda, 14 November 2016

 

Sumber :

  1. Zaglul An Najjar dkk. 2012. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah Al Quran dan Hadits. Jakarta:Ikrarmandiri Abadi.
  2. Solikhin Abu Izzudin. 2006. Zero to Hero Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa. Jogyakarta:Pro-U Media.

 

 

One thought on “Mahakam… Aku Belajar Tentangmu!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*