GARUT – Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia pada Sabtu-Ahad, 29-30 Oktober 2016 kembali melakukan aksi peduli pendidikan untuk korban banjir di Garut. Kali ini, selain juga memberikan bantuan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan, JSIT juga memberikan pelatihan peduli pendidikan & mitigasi bencana.
Ketua Umum JSIT Indonesia, Drs. Sukro Muhab, M.Si menyatakan bahwa JSIT selalu melakukan aksi peduli di setiap bencana yang terjadi di Indonesia. Aksi kepedulian ini, menurutnya dihimpun oleh seluruh Sekolah Islam Terpadu di Indonesia dari ujung timur sampai barat.
“Alhamdulillah, kami sudah menyalurkan bantuan berupa 1.356 paket berupa seragam sekolah, seragam Pramuka, sepatu, tas dan alat tulis. Pada hari ini, JSIT akan menyalurkan bantuan berupa perangkat fasilitas sekolah seperti laptop, printer dan LCD,” tegas Sukro.
Masih menurut pria yang juga menjadi Presidium Gerakan Indonesia Beradab ini, selain memberikan bantuan sarana & prasarana untuk siswa dan sekolah bencana, JSIT juga melakukan pelatihan dan pembinaan dalam rangka peningkatan mutu guru. Pembinaan ini, akan dilakukan bertahap hingga 6 bulan ke depan.
“Pendidikan tidak boleh terhenti karena adanya bencana. Kami akan terus melakukan perhatian yang besar untuk pendidikan yang berkualitas dan berkarakter. Itulah yang kami lakukan, termasuk kami akan menyalurkan bantuan untuk pengembangan pembelajaran AlQuran,” ungkapnya.
Pelatihan peduli pendidikan dan mitigasi bencana yang diselenggarakan di Hotel Suminar, Garut ini dibuka oleh Wakil Bupati Garut, dr. Helmi Budiman. Dalam sambutannya, atas nama Pemerintah Garut, ia mengungkapkan kebanggaannya dengan JSIT, sebagai salahsatu lembaga yang peduli dengan bencana yang terjadi di Garut.
“Ini suatu yang membanggakan bagi kami. Dengan pelatihan ini, diharapkan juga mampu memberikan pelatihan bagaimana mengobati anak-anak yang trauma pasca bencana yang terjadi. Saya sudah mendengar lama tentang JSIT. Kami senang dengan lembaga pendidikan yang menumbuhkan karakter seperti JSIT,” tegasnya memberikan apresiasi kepada JSIT.
Terkait upaya JSIT dalam pembinaan karakter dan revolusi mental, Helmi sangat setuju dan sejalan dengan JSIT. Ia menyatakan bahwa nilai-nilai Islam dalam hal ini harus selalu mengiringi, tidak bisa dipisahkan.
“Berbicara tentang karakter atau revolusi mental, tanpa melibatkan Islam, tanpa memasukkan Islam yang utuh dalam pendidikan, nonsens. Tidak bisa terwujud. Bisa dikatakan, tidak mungkin tanpa hal ini bisa diwujudkan tanpa melibatkan islam,” pungkasnya.